Terima Kaki Palsu dari Wakasad, setelah 24 tahun Pardiyono bisa jalan normal kembali
Pardiyono (32 tahun) sangat gembira ketika menerima kaki palsu dari
Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Letjen TNI Tatang Sulaiman
pada acara peringatan Hari Juang Kartika Sabtu (15/12) tahun 2018, di
Lapangan Panglima Besar Jenderal Soedirman, Ambarawa.
Warga
Genting Jambu, Kecamatan Ambarawa ini, seakan tidak percaya bisa
berjalan normal kembali. Dirinya berkali-kali memandang serta memegang dan mengelus kaki kirinya.
Ketika ditemui setelah upacara, Ia pun tidak bisa menutupi rasa
kegembiraannya dan berkali-kali menyampaikan terima kasih yang mendalam
kepada TNI AD atas bantuan kaki palsu yang diberikan untuknya.
"Bantuan (kaki palsu) ini sangat berarti. Saya kini bisa berjalan normal, layaknya orang-orang pada umumnya,"ujarnya.
Lebih lanjut ayah dari seorang anak yang berusia 7 tahun ini, bercerita bahwa kehilangan kakinya itu berawal dari operasi dibagian telapak kakinya di salah satu rumah sakit pada tahun 1994.
"Daging tumbuh di telapak kaki, ada benjolan. Kemudian, kaki saya di kupas (operasi) tapi tidak ditutup, tidak dijahit dan infeksi. Saya merasa sakit selama 21 tahun,"ungkapnya
"Karena ada sakit gula dan setiap kecapean, pendarahan terus, maka pada tahun 2015, kaki diamputasi", imbuhnya.
Buruh batako yang bekerja bersama saudaranya ini, menyampaikan bahwa dirinya mendapatkan informasi pemberian kaki palsu tersebut dari Sumadi (warga Merican, Semarang).
"Pak Sumadi telepon, mas nek jenengan meh minta,sesuk neng Kodam Diponegoro (mas kalau anda mau minta besok ke Kodam Diponegoro)," ujarnya sambil tersenyum.
Dengan kaki palsunya, atlet difabel yang pernah bertanding di Pekan Para Games (Perparprov) Provinsi Jawa Tengah ke-3 Tahun 2018 di Surakarta semakin kuat keinginannya untuk berusaha mandiri ini.
"Saya ikut, lomba pada Cabor (cabang olah raga) lempar lembing, tolak peluru dan lempar cakram," katanya.
"Tapi kalah, karena ditandingkan dengan lawan yang kakinya utuh tapi jarinya nda ada dan dengan atlet pelatnas yang ikut paragames,"sambungnya.
"Bantuan (kaki palsu) ini sangat berarti. Saya kini bisa berjalan normal, layaknya orang-orang pada umumnya,"ujarnya.
Lebih lanjut ayah dari seorang anak yang berusia 7 tahun ini, bercerita bahwa kehilangan kakinya itu berawal dari operasi dibagian telapak kakinya di salah satu rumah sakit pada tahun 1994.
"Daging tumbuh di telapak kaki, ada benjolan. Kemudian, kaki saya di kupas (operasi) tapi tidak ditutup, tidak dijahit dan infeksi. Saya merasa sakit selama 21 tahun,"ungkapnya
"Karena ada sakit gula dan setiap kecapean, pendarahan terus, maka pada tahun 2015, kaki diamputasi", imbuhnya.
Buruh batako yang bekerja bersama saudaranya ini, menyampaikan bahwa dirinya mendapatkan informasi pemberian kaki palsu tersebut dari Sumadi (warga Merican, Semarang).
"Pak Sumadi telepon, mas nek jenengan meh minta,sesuk neng Kodam Diponegoro (mas kalau anda mau minta besok ke Kodam Diponegoro)," ujarnya sambil tersenyum.
Dengan kaki palsunya, atlet difabel yang pernah bertanding di Pekan Para Games (Perparprov) Provinsi Jawa Tengah ke-3 Tahun 2018 di Surakarta semakin kuat keinginannya untuk berusaha mandiri ini.
"Saya ikut, lomba pada Cabor (cabang olah raga) lempar lembing, tolak peluru dan lempar cakram," katanya.
"Tapi kalah, karena ditandingkan dengan lawan yang kakinya utuh tapi jarinya nda ada dan dengan atlet pelatnas yang ikut paragames,"sambungnya.
Komentar
Posting Komentar